bieNveNue suR moN bLog

Merci de visiter mon blog fiLLe
je l'espère peuvent vous aider

Sabtu, 31 Maret 2012

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)


A.     Pengertian SIG (Sistem Information Geografis)
Geographic Informational System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis merupakan aplikasi yang memiliki banyak kegunaan. Tanpa disadari, banyak aktivitas pemerintahan yang akan sangat terbantu apabila aplikasi GIS diimplementasikan dengan baik.
SIG (Sistem Informasi Geografis) atau yang biasa dikenal dengan Geographic Information System (GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer  yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database.
Suatu sistem informasi berbasis komputer, yang digunakan untuk memproses data spasial yang ber-georeferensi (berupa detail, fakta, kondisi, dsb) yang disimpan dalam suatu basis data dan berhubungan dengan persoalan serta keadaan dunia nyata (real world).
Sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan  pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.

B.     Jenis SIG (Sistem Information Geografis)
  1. 1.      Sistem manual (analog)

Sistem informasi manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik dan laporan survey lapangan. Kesemua data tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa komputer.

  1. 2.   Sistem otomatis (yang berbasis digital komputer)

Sistem informasi geografis otomatis telah menggunakan komputer sebagai sistem pengolah data melalui proses digitasi. Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau foto udara digital serta foto udara yang terdigitasi. Data lain dapat berupa peta dasar terdigitasi.

C.      Karateristik SIG (Sistem Information Geografis)
  • Merupakan suatu sistem hasil pengembangan perangkat keras dan perangkat lunak untuk tujuan pemetaan, sehingga fakta wilayah dapat disajikan dalam satu sistem berbasis komputer.
  • Melibatkan ahli geografi, informatika dan komputer, serta aplikasi terkait.
  • Masalah dalam pengembangan meliputi: cakupan, kualitas dan standar data, struktur, model dan visualisasi data, koordinasi kelembagaan dan etika, pendidikan, expert system dan decision support system serta penerapannya
  • Perbedaannya dengan Sistem Informasi lainnya: data dikaitkan dengan letak geografis, dan terdiri dari data tekstual maupun grafik
  • Bukan hanya sekedar merupakan pengubahan peta konvensional (tradisional) ke bentuk peta dijital untuk kemudian disajikan (dicetak / diperbanyak) kembali
  • Mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan, menampilkan, memanipulasi, memadukan dan menganalisis data spasial dari fenomena geografis suatu wilayah.
  • Mampu menyimpan data dasar yang dibutuhkan untuk penyelesaian suatu masalah. Contoh : penyelesaian masalah perubahan iklim memerlukan informasi dasar seperti curah hujan, suhu, angin, kondisi awan. Data dasar biasanya dikumpulkan secara berkala dalam jangka yang cukup panjang.

D.     Keuntungan SIG dengan menggunakan Komputer
Selain diperoleh informasi secara cepat, tepat dan akurat, keuntungan SIG dengan menggunakan komputer adalah:
  1. 1.      Mudah dalam mengolah.
  2. 2.      Pengumpulan data dan penyimpanannya hemat tempat dan ringkas (berupa  disket).
  3. 3.      Mudah diulang kalau sewaktu-waktu diperlukan.
  4. 4.      Mudah diubah kalau sewaktu-waktu ada perubahan.
  5. 5.      Mudah dibawa, dikirim dan ditransformasikan(dipindahkan).
  6. 6.      Aman, karena dapat dikunci dengan kode atau manual.
  7. 7.      Relatif lebih murah dibandingkan dengan survey lapangan.
  8. 8.      Data yang sulit ditampilkan secara manual, dapat diperbesar bahkan dapat ditampilkan dengan gambar tiga dimensi.
  9. 9.      Berdasarkan data SIG dapat dilakukan pengambilan keputusan dengan tepat dan cepat.

HIPERTENSI


Darah tinggi adalah penyakit yang ditunjukkan oleh tekanan darah seseorang yaitu sistolik di atas 140 mm Hg dan diastolik di atas 90 mm Hg. Dari pengertian di atas diketahui bahwa darah tinggi didefinisikan berdasarkan ukuran dan bersifat generalisasi. Selain itu definisi ini juga bersifat umum sehingga belum mencakup usia, berat badan, pola hidup, lingkungan dan faktor genetis.
  Sekitar 90 – 95 % kasus penyakit hipertensi belum dapat diketahui penyebabnya. Tidak dapat diketahui mengapa seorang menderita hipertensi. Hipertensi seperti itu disebut Hipertensi esensial. Sekitar 5 - 10% kasus penyakit hipertensi sudah dapat diketahui penyebabnya. Hipertensi ini disebut Hipertensi sekunder yang antara lain disebabkan penyakit ginjal, kelainan endokrin, pemakaian obat dll.
a.       Klasifikasi etiologi hipertensi :
1.      Hipertensi esensial (primer atau idiopatik)
Hipertensi esensial (primer atau idiopatik) adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih kurang dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktor meliputi genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi : kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain: diet, kebiasaan merokok, stres emosi, obesitas dan lain-lain (Puput puspita., 2008).
2.      Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi pada 5 - 10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok hipertensi sekunder antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan (konstrasepsi hormonal, kontikosteroid, simpatomimetik amin, kokain, siklosporin, eritropoetin, dan lain-lain).

bPengobatan Hipertensi
 Antihipertensi adalah obat – obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi. Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena stroke maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti menjauhkan individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress dan berolah-raga (anonim, 2011).
                                             
 Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah sistolik ≥ 140/90 mmHg. Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun ditemukan bukti adanya kerusakan organ tubuh yang parah (seperti mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan penanganan segera dengan antihipertensi (anonim, 2011).
Adapun tujuan pemberian antihipertensi yakni :
1.      Mengurangi insiden gagal jantung dan mencegah manifestasi yang muncul akibat gagal jantung.
2.      Mencegah hipertensi yang akan tumbuh menjadi komplikasi yang lebih parah dan mencegah komplikasi yang lebih parah lagi bila sudah ada.
3.  Mengurangi insiden serangan serebrovaskular dan akutnya pada pasien yang sudah terkena serangan serebrovaskular.
4.      Mengurangi mortalitas fetal dan perinatal yang diasosiasikan dengan hipertensi maternal.

c  Klasifikasi pengobatan
1.      Penghambat Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor)
Mekanisme ACE-Inhibitor adalah menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. ACE-Inibititor sering untuk krisis hipertensi, hipertensi dengan gagal jantung kongesti. Interaksi : Kombinasi dengan diuretik, sebaiknya dihindari karena dapat mengakibatkan hipotensi mendadak. Beberapa sediaan obat ACE-Inhibitor ada beberapa yang memiliki metabolit aktif seperti terlihat pada tabel dibawah ini  (Puput puspita., 2008).
2.      Antagonis reseptor angiotensin II (ARB)
Mekanisme ARB adalah berikatan dengan reseptor angiotensin II pada otot polos pembuluh darah, kelenjar adrenal dan jaringan lain sehingga efek angiotensin II (vasokonstriksi dan produksi aldosteron yang tidak terjadi akan mengakibatkan terjadi penurunan tekanan darah). ARB sangat efektif  untuk hipertensi dengan kadar renin tinggi. Kontra indikasi : wanita hamil, menyusui (Puput puspita., 2008).
3.       Penghambat Andenoreseptor α (α -Bloker)
Mekanisme kerjanya adalah menghambatan reseptor α 1 menyebabkan vasodilatasi di arteri dan venula sehingga menurunkan resistensi periver. α -bloker baik untuk pesien hipertrofi prostat, memperbaiki insufisiensi vaskular perifer (Puput puspita., 2008).
4.      Penghambat Adrenoreseptor β ( β -Bloker)
Mekanisme kerjanya antara lain: (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, (2) hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitifitas baroreseptor penurunan tekanan darah oleh β -bloker per oral berlangsung lambat yaitu terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu (Puput puspita., 2008).
5.      Antagonis kalsium (CCB)
Mekanisme kerja CCB adalah mencegah atau mengeblok kalsium masuk ke dalam dinding pembuluh darah. Kalsium diperlukan otot untuk melakukan kontraksi, jika pemasukan kalsium ke dalam sel–sel diblok, maka obat tersebut tidak dapat melakukan kontraksi sehingga pembuluh darah akan melebar dan akibatnya tekanan darah akan menurun Antagonis Ca menghambat pemasukan ion Ca ekstra sel ke dalam sel dan dengan demikian dapat mengurangi penyaluran impuls dan kontraksi miokard serta dinding pembuluh (Puput puspita., 2008).
6.      Diuretik
Mekanisme kerja diuretik adalah meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida, sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstra sel, menurunkan resistensi perifer (Puput puspita., 2008).

Kamis, 29 Maret 2012

TETRASIKLIN


Digunakan per oral dan juga parenteral. Absorbsinya dari seluran cerna dihambat oleh ion-ion kalsium (susu) magnesium (antasida), makanan dan sediaan-sedian yang mengandung besi. Merupakan obat piliahan terhadap infeksi-infeksi yang diakibatkan oleh organisme intraseluler, karena dapat menembus manofag dengan baik misalnya infeksi dengan chlamydia (trachoma, urethrities) rickkettsia (demam Q) dan terhadap Lyme disease.Penggunaan yang meluas akhir-akhir ini menyebabkan  timbunya banyak kuman resisten seperti stafilokoki, streptokoki, pnemoukoki dan kuman coliform. Selain pada infeksi saluran nafas dan acne, tetra juga digunakan pada infeksi saluran kemih berhubung kadarnya yang tinggi pada saluran kemih (sampai 60%).
Pada eradikasi Helicobacterpylori (pembangkit borok usus)/lambung), tetra siklin merupak salah satu obatnya bersama obat lain seperti bismutsitrat, metronidazol dan omeprazol.Adakalanya tetrasiklin digunakan pada malaria bersama malaria bersama kinin.Juga digunakan pada disentri basiller, tetapi untuk disentri ameba bukn merupakan pilihan pertama.
Pada infeksi berat dapat diberikan secara i.v atau i.m.Secara topikal digunakan sebagai salep kulit 3%, salep mata 1%, dan tetes mata 0,5%.
Tetra bekerja pada:
·      Semua mikroba yang peka terhadap penisilin
·      Berbagai bakteri gram negatif
·      Mikroplasma
·      Spirokhelata dan leptospira
·      Riketsiaa
·      Chlamydia serta
·      Dalam dosis tinggi terhadap amuba
Mekanisme Kerja: Yaitu hambatan pada sintesis protein ribosom yaitu menghambat pemasukan aminosit-t RNA pada fase pemanjangan yang termasuk fase transliasi. Ini akan menyebabkann blokade pemanjangan rantai peptida.
Indikasi: Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotik spektrum luas sebagai obat pilihan  untuk infeksi yang disebabkan oleh klamidia (trakoma, psitakosis, salpingitis, uretritis dan limfogranuloma venerum-LGV, riketsia, brucella, dan spirokaeta. Golongan tetrasiklin juga digunakan untuk infeksi saluran napas dan genital oleh micoplasma, pada akne (jerawat), penyakit jaringan penyangga gigi yang destruktif (periodontal), bronkitis kronik yang kambuh kembali dan leptospirosis (sebagai alternatif eritromisin bagi penderita yang hipersensitif dengan penisilin
Kontraindikasi: Tetrasiklin dapat menyebabkan pewarnaan pada gigi karena deposisi pada tulang dan gigi yang sedang tumbuh. Untuk itu tetrasiklin sebaiknya tidak diberikan pada :
-  Anak di bawah 12 tahun
-  Ibu hamil
-  Ibu menyusui
Tetrasiklin dapat memicu gagal ginjal untuk itu sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan penyakit ginjal (kecuali doksisiklin dan minosiklin).
Dosis : Infeksi; 250 mg tiap 6 jam, dapat ditingkatkan pada infeksi berat sampai 500 mg setiap 6-8jam. Akne; 500 mg dua kali sehari.
Uretritis non-gonokokal; 500 mg tiap 6 jam untuk 7-14 hari (21 hari jika setelah pengobatan pertama infeksi kembali berulang). Infeksi umum; 4 dd 250-500 mg (garam Hcl/ fosfat) 1 jam a.c atau 2 jam p.c.Infeksi Chlamydia 4 dd 500 mg selama 7 hari, acne 3-4 dd 250 mg selama 1 bulan, setiap minggu dikurangi dengan 250 mg sampai tercapai stabilisasi (selama 3-6 bulan).Malaria 4 dd 250 – 500 mg selama 7-10 hari dikombinasi dengan kinin.Infeksi H. Pylori 4 dd 500 mg selama 1-2 minggu.
Sediaan: Capsul (250 mg; 500 mg). Capsul sebaiknya diminum dengan air putih yang banyak saat berdiri atau duduk.
Efek samping: Gangguan saluran cerna merupakan yang tersering, diantaranya seperti mual, muntah, diare, nyeri menelan , iritasi kerongkongan. Efek samping yang jarang terjadi termasuk : kerusakan hati, pankreatitis, gangguan darah, fotosensitif, reaksi hipersensitif (ruam, dermatitis eksfoliatif, sindrom steven-johnson, urtikaria, angioedema, anafilaksis, carditis). Sakit kepala dan gangguan penglihatan dapat terjadi dan dapat menjadi penanda peningkatan tekanan dalam kepala dan segera hentikan pengobatan bila ini terjadi.
Evidence: Saat ini penggunaannya menurun seiring peningkatan resistensi terhadap tetrasiklin. Sehingga penggunaan dibatasi sesuai indikasi di atas karena tetrasiklin masih sensitif terhadap bakteri-bakteri penyebab infeksi tersebut.
Preparat dagang: Cetacycline-P®, Conmycin®, Corsatet 250®, Dumocycline®, Farsyclin®, Hitetra®, Ikacycline®, Indocycline®, Licocklin®, Spectrocycline®, Super Tetra®, Tetradex®, Tetrarco®, Tetrin®

RIFAMPISIN


Rifampisin merupakan serbuk kristal merah-coklat dan sangat sedikit larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol. Obat ini mempunyai pKa 7,9. Larut dalam  kloroform, DMSO, etil asetat, metanol, tetrahidrofuran.
Dalam perdagangan, rifampisin tersedia dalam bentuk serbuk steril untuk injeksi mengandung Natrium formaldehid, sulfoksilat, natrium hidroksida  yang ditambahkan untuk mengatur pH.
Dalam perdagangan sediaan oral rifampin tersedia sebagai obat tunggal, dalam bentuk kombinasi tetap dengan isoniazid, serta dalam kombinasi tetap dengan isoniasid dan pirazinamid.
Rifampisin adalah turunan semisintetik dari Rifamisin B, suatu antibiotika yang diturunkan dari Streptomyces meditarranei.
Mekanisme kerja: Menghambat sintesis RNA bakteri dengan  mengikat subunit beta dari DNA-dependent RNA polymerase, menghambat transkripsi RNA.
Indikasi: Tuberkulosis, dalam kombinasi dengan obat lain, Infeksi M. Leprae, Profilaksis meningitis meningococcal dan infeksi haemophilus influenzae, Brucellosis, penyakit legionnaires, endocarditis dan infeksi staphylococcus yang berat  dalam kombinasi dengan obat lain.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap rifampisin atau komponen lain yang terdapat dalam  sediaan; penggunaan bersama amprenavir, saquinafir/rotonavir (kemungkinan dengan proease inhibitor), jaundice (penyakit kuning)
Dosis: Oral ( Dosis IV infusi sama dengan pemberian peroral), Terapi Tuberkulosis, Catatan : Regimen empat obat ( isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol) lebih disukai untuk pengobatan awal, empirik TB, Bayi dan anak-anak < 12 tahun, Terapi harian : 10 – 20 mg/kg/hari biasanya sebagai dosis tunggal  (maksimal 600 mg/hari),Dewasa, terapi harian : 10  mg/kg/hari biasanya sebagai dosis tunggal (maksimal 600 mg/hari), Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy) : 10 mg/kg  (maksimal 600 mg/hari) ; 3 kali/minggu : 10 mg/kg (maksimal 600 mg/hari), Infeksi tuberkulosis latent (yang belum nampak): sebagai alternatif untuk isoniazid : Anak-anak : 10 – 20 mg/kg/perhari (maksimal : 600 mg/hari) selama 6 bulan, Dewasa : 10 mg/kg/hari (maksimal : 600 mg/hari) selama 4 bulan, Profilaksis H. Influenzae  (unlabeled use), Bayi dan anak-anak : 20 mg/kg/hari tiap 24 jam selama 4 hari, tidak lebih dari 600 mg/dosis, Dewasa : 600 mg setiap 24 jam selama 4 hari,Leprosy (unlabeled use) : dewasa : Multibacillary : 600 mg sekali sebulan selama 24 bulan dalam kombinasi dengan ofloksasin dan minosiklin, Paucibacillary : 600 mg sekali sebulan selama  6 bulan dalam kombinasi dengan dapson, Lesi tunggal : 600 mg  sebagai dosis tunggal dalam kombinasi dengan ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg.
Farmakologi : Durasi : < 24 jam, Absorbsi : Oral : diabsorpsi dengan baik; makanan dapat mengakibatkan penundaan absorpsi (delay) atau sedikit menurunkan kadar puncak. Distribusi : sangat lipofilik , dapat menembus sawar darah otak (bood-brain barrier) dengan baik. Difusi relatif dari darah ke dalam cairan serebrospinal : adekuat dengan atau tanpa inflamasi. CSF : inflamasi meninges : 25%. Metabolisme: Hepatik; melalui ikatan protein : 80% esirkulasi enterohepatik. T½ eliminasi : 3-4 jam; waktu tersebut akan memanjang pada gagal hepar; gagal ginjal terminal : 1,8-11 jam. Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: oral : 2-4 jam. Ekskresi : Feses (60% - 65%) dan urin (~ 30%)  sebagai  obat yang tidak berubah.
Stabilitas dan penyimpanan: Serbuk rifampisin berwarna merah kecoklatan. Vial yang utuh harus disimpan pada suhu kamar dan dihindarkan dari cahaya dan panas yg berlebihan. Rekonstitusi serbuk untuk injeksi dengan SWFI; untuk injeksi larutkan dalam sejumlah volume yg tepat dengan cairan yang kompatibel (contoh : 100 ml D5W).
Vial yang telah direkontitusi stabil selama 24 jam pada suhu kamar.Stabilitas parenteral admixture pada penyimpanan suhu kamar (25°C) adalah 4 jam untuk pelarut D5W dan 24 jam untuk pelarut NS.
Efek samping : Gangguan saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, diare (dilaporkan terjadi kolitis karena penggunaan antibiotika); sakit kepala, drowsiness; gejala berikut terjadi terutama pada terapi intermitten termasuk gelala. mirip influenza ( dengan chills, demam, dizziness, nyeri tulang), gejala pada respirasi (termasuk sesak nafas), kolaps dan shock, anemia hemolitik, gagal ginjal akut, dan trombositopenia purpura; gangguan fungsi liver, jaundice(penyakit kuning). flushing, urtikaria dan rash; efek samping lain dilaporkan : edema, muscular weakness dan myopathy, dermatitis exfoliative, toxic epidermal necrolysis, reaksi pemphigoid, leucopenia, eosinophilia, gangguan menstruasi; urin, saliva dan sekresi. tubuh yang lain berwarna orange-merah; tromboflebitis dilaporkan pada penggunaan secara infus pada periode yang lama.
Peringatan : Kerusakan hati ( periksa tes fungsi hati dan pemeriksaan darah pada gangguan hati, ketergantungan alkohol, dan pada terapi dalam jangka waktu yang lama); kerusakan ginjal (jika digunakan dosis di atas 600 mg sehari); kehamilan dan menyusui. porfiria; Penting : pasien yang menggunakan hormon kontrasepsi disarankan untuk  menggantinya dengan alternatif kontrasepsi lain seperti IUD, karena efek obat kontrasepsi menjadi tidak efektif akibat adanya interaksi obat.
Preparat dagang: Corifam®, Famri®, Lanarif®, Medirif®, Merimac®, Prolung 450®, Rifabiotic®, Rifacin®, Rifampicin Hexpharm®, Rifamtibi®, Rimactane®, Rimactazid®/ Rimactazid Paed®

KANAMISIN


Kanamisin didapat dari fitrat kultur streptomyces kanamyceticus. Senyawa yagn ada dalam perdagangan mengandung sekitar 98% kanamisin A. Dalam senyawa ini ada dua gula amino terikat dengan 2-desoksistreptamin melalui jembatan oksigen. Kerja antibakteri kanamisin sebanding dengan neomisin. Karena ototoksisitasnya, maka pemakaian tidak seperti dulu saat senyawa ini digunakan juga secara parenteral, pada saat ini hanya dipakai lokal pada mata. Kanamisin telah lama digunakan sebagai antituberkolosis lini-kedua untuk pengobatan tuberkolosis yang disebabkan oleh bakteri yang sudah resisten terhadap streptomisin, tetapi sejak ditemukannya amikasin dan kapreomasin yang relative kurang toksik, maka kini telah ditinggalkan.
Indikasi : Septikemia, infeksi saluran nafas, meningitis, infeksi saluran kemih yang berkomplikasi, gonore yang resisten terhadap Penisilin, antituberkulosa sekunder.
Kontra Indikasi: Hipersensitivitas.
Perhatian: Gangguan fungsi ginjal, gangguan pada kehamilan.
Interaksi obat: Neuromuskular bloker, obat-obat lain yang dapat mengakibatkan ototoksis, dan nefrotoksis, dan diuretika.
Efek Samping: Ototoksisitas & nefrotoksisitas.
Indeks Keamanan Pada Wanita Hamil: Positif ada kejadian yang berbahaya pada janin manusia, tetapi keuntungan dari penggunaan oleh wanita hamil mungkin dapat diterima walaupun berisiko. (Misalnya jika obat digunakan untuk situasi menyelamatkan nyawa atau penyakit yang serius dimana obat yang lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif).
Kemasan: Vial 1 gram x 10 biji.
Dosis: Dewasa, 15 mg/kg berat badan/hari. Maksimal 1,5 gram sehari dalam 2 atau 3 dosis terbagi. Dosis maksimal yang digunakan selama pengobatan : 15 gram.
Gonore : 2 gram sebagai dosis tunggal. Anak-anak : 15 mg/kg berat badan/hari atau kurang. Disuntikkan intramuskular (IM).
Preparat dagang: Kanamycin Meiji®, Kanamycin Sulphate Meiji®, Kanamycin Hexpharm®, Kanamycin Sanbe®
E. Linkomisin
Dihasilkan oleh Streptomyces linkolnensis. Khasiatnya bakteriostatik dengan sperktrum kerja lebih sempit dari pada makrilida, terutrama terhadap kumn Gram positif dan anaerob.
Indikasi: Infeksi dengan kuman anaerob, seperti Bacteroides. Berkat efek baiknya terhadap Propionibacter acnes, zat ini digunakan secara topical pada acne.
Farmakologi: Resorpsinya dari usus agak buruk. Masa paruhnya 5 jam dan distribusinya ke seluruh jaringan sama baiknya dengan kloramfenikol. Ekskresinya sebagai metabolit inaktif terutama melalui empedu dan tinja, hanya sebagian kecil melalui kemih.
Efek samping: yang sering kali terjadi adalah gangguan lambung-usus, diare, mual dan muntah, jarang reaksi alergi kulit. Lebih berat tetapi jarang adalah colitis pseudomembraneus, semacam radang usus besar yang diakibatkan oleh toksin dari kuman Clostridium difficile. Kuman ini dapat berkembang cepat karena kuman anaerob (yang bersaing) telah dimusnahkan oleh linkomisin.
Dosis: oral 3-4 dd 500 mg a.c., injeksi i.m. 1-2 dd 600 mg.
Preparat dagang: Lincocin®, Biolincom®, Ethilin®, Lincobiotic®, Lincophar®, Nichomycin®, Nolipo 500®, Percocyn®, Pritalinc®, Tismamisin®, Zencocin 500®

NEOMISIN


Neomisin sulfat (USP 29) : garam sulfat dari satu jenis neomisin, suatu zat antibakteri hasil pertumbuhan Streptomyces fradiae (Streptomycetaceae), atau campuran dari dua atau lebih garam-garam semacam itu. Neomisin sulfat mempunyai potensi setara dengan tidak kurang dari 600 mikrogram neomisin per mg, dihitung berdasarkan basis kering. Serbuk berwarna putih sampai agak kuning, atau padat cryodessicated,  tak berbau atau praktis tak berbau, dan higroskopis. Larut 1 bagian dalam 1 bagian air, sangat sukar larut dalam alkohol, tidak larut dalam aseton, kloroform dan eter. Larutan dalam air yang  mengandung neomisin setara dengan 3,3% mempunyai pH antara 5,0 dan 7,5. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Indikasi: 1. Infeksi kulit, luka terpotong ringan/kecil, luka parut, luka bakar. 2. Infeksi okuler.
Dosis: Anak-anak dan dewasa: sejumlah kecil obat dioleskan secara topikal pada daerah yang terkena tidak lebih dari 2-3 kali sehari, dapat ditutup dengan perban steril.
Farmakologi: Absorbsi oral:jelek (3%). Absorbsi perkutaneus: terbatas, pemberian topikal neomisin dalam petrolatum menghasilkan kadar obat dalam urin atau serum yang kecil tak terdeteksi.4 Distribusi:volume distribusi:0,36 L/kg. Metabolisme:sedikit di hati; waktu paruh eliminasi (tergantung pada usia dan fungsi ginjal pasien):3 jam; waktu untuk mencapai kadar puncak dalam serum:oral:1-4 jam. Ekskresi:feses (97% dari dosis oral sebagai bentuk tak berubah); urin (30-50% dari obat yang terabsorbsi sebagai bentuk tak berubah).
Stabilitas penyimpanan: Obat disimpan dalam wadah tertutup pada suhu kamar, terhindar dari panas, kelembaban dan cahaya langsung.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap neomisin, komponen-komponen lain dalam formulasi atau aminoglikosida lainnya.
Efek samping: Efek samping pada pemberian topikal (>10%), dermatologis, dermatitis kontak.
Interaksi dengan obat lain: Neomisin oral dapat memperkuat efek antikoagulan oral (efek potensiasi). Efek samping neomisin dapat meningkat bila diberikan bersama obat-obat nefrotoksik, ototoksik atau neurotoksik; mengurangi absorpsi gastrointestinal digoxin dan metotreksat.
Peringatan: Digunakan hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi pendengaran, gangguan neuromuskuler. Neomisin lebih toksik daripada aminoglikosida lainnya bila diberikan secara parenteral; jangan diberikan melalui rute parenteral. Neomisin topikal adalah suatu pemicu sensitisasi kontak dengan sensitivitas terjadi pada 5%-15% pasien yang diobati dengan obat ini; gejala-gejala termasuk gatal, kemerahan, edema, dan kegagalan penyembuhan; jangan digunakan sebagai peritoneal lavage karena adsorpsi obat yang bermakna secara sistemik.
Preparat dagang: Betnovate N®/Apolar N®, Benoson N®, Berloson N®, Betason®, Bevalex®, Bioplacenton®, Blesidex Ear Drops®, Centabio®, Cinolon N®, Decoderm 3®, Denomix®, Desolex N®, Fasolon®, Inmatrol®, Kenetrol®, Maxitrol®, Mytaderm®, Nebacetin®, Nelicort®, Neocortic®, Neofen®, Neosinol®, Neosyd®, Netracin®, Nufacort®.

Rabu, 28 Maret 2012

STREPTOMISIN

Streptomisin, suatu aminoglikosida, diperoleh dari Streptomyces griseus (1944). Senyawa ini berkhasiat bakterisid terhadap banyak kuman Gram-negatif dan Gram-positif. Termasuk M. tuberculosa dan beberapa M.atipis. Streptomisin khusus aktif terhadap mycobacteria ekstraseluler yang sedang membelah aktif dan pesat.
Mekanisme kerja berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA ribosomal. Antibiotic ini toksisitas untuk organ pendengaran dan keseimbangan. Oleh karena itu, sebaiknya jangan digunakan untuk jangka waktu lama, karena efek neurotoksis terhadap saraf cranial ke-8 dapat menimbulkan ketulian permanen.
Resorpsinya di usus buruk sekali, maka hanya diberikan sebagai injeksi i.m. sejak adanya obat-obat ampuh lain, penggunaan streptomisin terhadap TBC paru telah jauh berkurang. Obat ini masih digunakan bersama dengan tiga obat lainnya untuk TBC otak yang sangat parah (meningitis).
Indikasi: Tuberkulosis, dalam bentuk kombinasi dengan obat lain,  bersama dengan doksisiklin pada pengobatan brucellosis, enterococcal endokarditis. Streptomisin saat ini semakin jarang digunakan kecuali untuk kasus resistensi.
Dosis: i.m. 1 dd 0,5-1 g tergantung dari usia (garam sulfat) selama maksimal 2 bulan. Dosis diturunkan pada pasien dengan berat badan di bawah 50 kg. konsentrasi obat dalam plasma harus diukur pada pasien dengan kerusakan ginjal dan harus digunakan secara hati-hati.
Farmakologi: Absorbsi: IM : diabsorbsi dengan baik. Distribusi: terdistribusi ke dalam cairan ekstraselular termasuk serum, absces, ascitic, perikardial, pleural, sinovial, limfatik, dan cairan peritoneal; menembus plasenta; dalam jumlah yang kecil masuk dalam  air susu ibu. Ikatan protein: 34%. T½ eliminasi: bayi baru lahir : 4-10 jam; dewasa 2-4.7 jam, waktu bertambah panjang pada kerusakan ginjal. Waktu untuk mencapai kadar puncak serum: dalam 1 jam. Ekskresi: urin ( 90% dalam bentuk obat yang tidak berubah); feses,saliva, keringat dan air mata (< 1%). Rentang terapeutik: Kadar puncak 20-30 mcg/ml;  Toxic: kadar puncak : > 50 mcg/mL.
Interaksi dengan obat lain: Meningkatkan efek/toksisitas; peningkatan/ perpanjangan efek dengan senyawa depolarisasi dan nondepolarisasi neuromuscular blocking. Penggunaan bersama dengan amfoterisin dan diuretic loop  dapat meningkatkan nefrotoksisitas.  
Pengaruh terhadap kehamilan: Meningkatkan efek/toksisitas; peningkatan/ perpanjangan efek dengan senyawa depolarisasi dan nondepolarisasi neuromuscular blocking. Penggunaan bersama dengan amfoterisin dan diuretic loop  dapat meningkatkan nefrotoksisitas.   Terhadap ibu menyusui: Streptomisin terdistribusi ke dalam air susu ibu.
Stabilitas penyimpanan: Tergantung dari produsen obat, larutan yang telah di rekonstitusi tetap stabil selama 2 – 4 minggu jika disimpan dalam refrigerator ; paparan sinar matahari menyebabkan warna larutan menjadi gelap tanpa kehilangan potensinya secara nyata.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap streptomycin atau komponen lain dalam sediaan; kehamilan.
Efek samping: Reaksi hipersensitivitas, paraesthesia pada mulut.
Peringatan: Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat vertigo,tinnitus, hilang pendengaran, gangguan neuromuscular, atau kerusakan ginjal ; penyesuaian dosis pada pasien dengan kerusakan ginjal;aminoglikosida terkait secara signifikan dengan nefrotoksik atau  ototoksik ; reaksi ototoksik proporsional dengan jumlah obat yang diberikan dan durasi pengobatan; tinitus atau merupakan tanda dari kerusakan vestibular dan akan terjadi kerusakan irreversibel bilateral ; kerusakan ginjal biasanya reversibel.
Preparat dagang: Streptomycin Sulphate Meiji®

KLORAMFENIKOL

Kloramfenikol yang dulu diisolasi dari Streptomyces venezuelae dan saat ini sudah disintesis secara kimia, mempunyai spectrum kerja seperti tetrasilin, akan tetapi antara keduanya tidak terjadi resistensi silang. Karena dapat menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang. Senyawa ini jarang digunakan lagi.
Mekanisme kerjanya yaitu dengan menghambat peptidil transferase pada fase pemanjangan dan dengan demikian mengganggu sintesis protein.
Setelah pemberian oral, kloramfenikol akan diabsorbsi dengan cepat dari usus lebih dari 90%, di dalam hati sebagian besar akan mengalami glukuronidasi dan diekskresi melalui ginjal. Bentuk kloramfenikol yang tidak berubah melalui filtrasi glomerulus, glukuronidanya melalui sekresi tubulus. Waktu paruh adalah 3-5jam.
Indikasi kloramfenikol adalah untuk menangani tifus, paratifus dan meningitis bakteri yang disebabkan bakteri yang peka terhadap kloramfenikol. Penggunaan topical, kloramfenikol digunakan sebagai salep 3% dan tetes/salep mata 0,25-1% sebagai pilhan kedua, jika fusidat dan tetrasiklin tidak efektif. Berhubung adanya kaitan antara terjadinya fotodegradasi dari zat ini dan myelodepresi pada pasien yang peka, maka hendaknya hanya digunakan pada conjungtivitis bacterial selama maksimal 2 minggu. Lebih baik menggunakan salep mata 1dd malam hari dari pada tetes mata beberapa kali sehari. Tetes telinga (10%) tidak boleh digunakan lagi, karena propilenglikol sebagai pelarut ternyata ototoksik.
Dosis harian rata-rata yang dibagi atas beberapa dosis tunggal adalah 1,5-3 g secara oral. Dosis total yang tidak boleh dilampaui adalah 25g. lama pengobatan tidak boleh lebih dari 2 minggu. Pengobatan ulang dengan kloramfenikol jangan dilakukan. Dosis pada tifus permulaan 1-2 g (palmitat), lalu 4 dd 500-750 mg p.c. neonati maksimal 25 mg/kg/hari dalam 4 dosis, anak-anak di atas 2 minggu 25-50 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis. Pada infeksi parah (meningitis, abces otak) i.v. 4 dd 500-1500 mg (Na-suksinat).
Efek samping umum berupa gangguan lambung-usus, neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang sangat berbahaya adalah depresi sumsum tulang (myelodepresi) yang dapat berwujud dalam dua bentuk anemia, yakni: penghambatan pembentukan sel-sel darah (eritrosit, trombosit, dan granulosit) yang timbul dalam waktu 5 hari sesudah dimulainya terapi. Gangguan ini tergantung dari dosis serta lamanya terapi dan bersifat reversible. Anemia aplastis, yang dapat timbul sesudah beberapa minggu sampai beberapa bulan pada penggunaan oral, parenteral, dan okuler, maka tetes mata tidak boleh digunakan lebih dari 10 hari.
Resistensi dapat timbul dengan agak lambat (tipe banyak tingkat), tetapi resistensi ekstra kromosomal melalui plasmid juga terjadi, antara lain terhadap basil tifus perut.
Interaksi. Kloramfenikol meningkatkan daya kerja dari antokoagulan, fenitoin dan antidiabetika oral. Lagi pula menghambat metabolism dari obat-obat lain, sehingga dapat meningkatkan daya kerja dari difenilhidantoin, sulfonylurea, dan warfarin.
Kehamilan dan laktasi. Penggunaannya tidak dianjurkan, khususnya selama minggu-minggu terakhir dari kehamilan, karena dapat menimbulkan cyanosis dan hypothermia pada neonati (“grey baby syndrome”), akibat ketidakmampuannya untuk mengkonjugasi dan mengekskresi obat ini, sehingga sangat meningkatkan kadarnya dalam darah.
Preparat dagang: Amindan®, Kamaver®, Leukomycin®, Paraxin®, Kemicetine®, Chloramex®, Fenicol®, Chloramidina®, Comicetin®, Ribocine®, Xepanicol®

KULTUR JARINGAN


1.      Pengertian
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.

2.     Prinsip 
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.  Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkebang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.

3.     Prasyarat
Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Hal yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.

4.     Metode
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif.
Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga  tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional. 
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1.   Pembuatan media
2.   Inisiasi
3.   Sterilisasi
4.   Multiplikasi
5.   Pengakaran
6.   Aklimatisasi

1.  Pembuatan Media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman.
Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi. Pada media MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT ditambahkan pada media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur.
Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang tidak semestinya. Proses ini dikenal dengan peristiwa dideferensiasi

2.  Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas. 

3.  Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan.  Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.  

4. Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.  Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.

5.                   5.  Pengakaran
         Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan    akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik.  Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri). 

6.                  6.   Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. 

Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dll.
Bibit hasil kultur jaringan yang ditanam di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil yang lebih cepat.


5.   Keuntungan Pemanfaatan Kultur Jaringan

  • ü Pengadaan bibit tidak tergantung musim
  • ü  Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
  • ü  Bibit yang dihasilkan seragam
  • ü  Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
  • ü  Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
  • ü  Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya.