bieNveNue suR moN bLog

Merci de visiter mon blog fiLLe
je l'espère peuvent vous aider

Minggu, 08 April 2012

LIPID - LEMAK


Salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau manusia adalah lipid. Lipid memegang  peranan penting dalam struktur dan fungsi sel lipid itu sendiri adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut dalam air, yang dapat dibuat atau diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut yang lain. Sifat inilah yang membedakan lipid dari karbohidrat, protein, asam nukleat dan kebanyakan molekul lainnya. Senyawa yang termasuk kelompok lipid adalah trigliserida, lilin, fisfolipid, glikolipid, steroid dan terpen (Thenawijaya,1998,234).
                  Lipid adalah suatu senyawa yang sangat diperlukan dan merupakan senyawa heterogen dari jaringan. Lipid merupakan senyawa yang dapat disarikan dari sel jaringan oleh pelarut organik non polar. Lipid ini merupakan komponen tak larut air yang berasal dari tumbuhan dan hewan. (Hammond, 1988, 914)
                  Bahan lipid yang paling banyak terdapat dalam jasad hidup adalah turunan gliserol. Lemak dan minyak merupakan triester gliserol yaitu triasilgliserol (sering juga disebut trigliserida). Fosfatida atau fosfolipid adalah campuran ester gliserol  yang satu gugus hidroksil dari gliserolnya diesterkan dengan dengan penggalian asam fosfat, stifngolipid merupakan turunan amino gliserol yang sangat erat berhubungan dengan fosfolipid. (Hammond, 1988,915)
                  Senyawa yang termasuk lipid ini dapat dibagi dalam dalam beberapa golongan. Ada beberapa cara penggolonagn  yang dikenal. Bloor membagi dalam tiga golonagan besar, yaitu: ( Poedjiadi, 1994, 51)
1.      Lipid sederhana, yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, misalnya lemak atau gliserida dan lilin.
2.      Lipid gabungan, ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahnan, fosfolipid.
3.       derivat lipid yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipid yang  dibagi  dalam dua kelompok besar yaitu lipid yang dapat disabunkan yakni dapat dihidrolisis dengan basa dan lipid yang tidak dapat  di sabunkan.
                  Selain itu lipid juga dapat dibagi dalam beberapa golongan berdasarkan kemiripan struktur kimianya yaitu: (Poedjiadi, 52-53)        
1.  Asam lemak, yaitu yang mempunyai rantai karbon yang panjang dengan     rumus umum :
                                                        O
                                                 R – C – OH 
2.   Lemak, dimana terdiri atas tiga karbon atom dan tiap karbon                       gugus –OH
3.   Lilin (wax), memiliki rantai karbon panjng antara 14 sampai 34 atom karbon
4.      Fosfolipid, yaitu sejenis yang mengandung fosfor dalam bentuk ester asam fosfat.
5.      Sfingolipid, yaitu senyawa yang mempunyai sfngosin dengan bebebrapa ikatan rangkap dan terdapat pada  jarinagan saraf dan dalam otak.
6.      Terpen merupakan senyawa yang kebanyakan terdiri tas kelipatan dari lima atom karbon.
7.      Lipid kompleks adalah lipid yang terdapat di alam yang bergabung engan senyawa lain misalnya dengan protein atau dengan karbohidrat
8.      Steroid
                  Lipid adalah segolongan besar senyawa tak larut air yang terdapat di alam. Lipid cenderung  larut dalam pelarut organik seperti eter  dan kloroform  dan merupakn senyawa yang heterogen dari jaringan. Sifat inilah yang membedakan lipid dari karbohidrat, protein, asam nukleat,yakan molekul hayati lainnya dan kebanyakan molekul hayati lainnya  Kebanyakan dari jarinag dapat menggunakan lipid sebagai energi dan terjadi apabila glukosea terbatas. Karena lipid lebih tereduksi dibandingkan bahan bakar lainnya dan karena lipid disimpan tanpa hidrasi, katabolisme lipid menghasilkan  ATP yang lebih banyak. Dengan berkurangnya paermintaan akan glukosa, lipid memegang peranan penting pada homestatis glukosa. (Colby, 1998, 123-124) 
                  Lemak dan minyak banyak terdapat dalam tumbuh-tumbuhn dan hewan, dan merupakan salah satu makanan pokok manusia. Lemak dan minyak merupakan salah satu makanan pokok manusia. Lemak dan minyak merupakan ester dari  asam lemak (asam karbon tinngi) dengan gliserol, maka disebut pula gliserida. (Respati, 1980, 133)  
                  Lemak adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol adalah suatu trihidroksi alkohol yang  terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah suatu trigliserida. R1-COOH dan R3- COOH ialah molekul asam lemak yang terikat pada gliserol. Ketiga molekul asam lemak itu boleh sama, boleh berbeda. Asam lemak yang terdapat dalam alam asam palmitat, asam stearat, sam oleat dan asam linoleat (Tim dosn kimia, 2002, 31).
            Lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan pada titik lelehnya, pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh dari lemak dan minyak tergantung pada strukturnya , umumnya mengingkat dengan bertambahnya jumlah atam karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon-karbon dalam komponen asam lemak juga sangat berpengaruh. Trigliserida yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam oleat dan linoleat akan berwujud lemak (padat), contohnya lemak sapi. Reaksi dari hidrogenasi mengubah minyak nabati menjadi lemak, misalnya pada industri mentega. (Tim dosen kimia, 2002, 32)
            Lilin (wax) adalah sebagian dari kelompok lipid. Secara kimiawi, lilin merupakan ester dari asam lemak berantai panjang. Panjang rantai karbon asam maupun alkohol pada lilin biasanya berkisar dari 10 sampai 30 karbon. Bedanya dengan trigliserida adalah alkohol pada lilin ialah alkohol monohidrat. Lilin adalah padatan mantap bertitik leleh rendah dapat ditemui pada hewan dan tumbuhan. Lilin dapat diperoleh antara lain dari lebah madu dan dari ikan paus atau  lumba-lumba. Lilin lebah dikeluarkan oleh lebah madu untuk membentuk sarang tempat penyimpanan madu. Lilin lebah  adalah campuran beberapa senyawa, terutama adalah mirisilpalmitat
                         CH3 – (CH2)14 – C – OCH2(CH2)28CH3
                                                    O
                                          Mirisilpalmitat
            Lilin yang terdapat pada bagian kepala ikan paus atau lumba-lumba disebut spermaseti yang  sebagian besar terdiri atas setilpalmitat. Dahulu spermaseti inidi gunakan sebagai  lilin untuk keperluan penerangan.
CH3 – (CH2)14 – C – OCH2(CH2)14CH3
                                                                                       O
                                                       Setilpalmitat
            Mentega adalah suatu campuran trigliserol, beberapa diantaranya merupakan asam lemak dengan rantai yang relatif pendek. Karena asam lemak dengan rantai lebih pendek mempunyaio titik leleh yang lebih kecil, asam lemak ini membuat  mentega bersifat lunak pada suhu kamar.   Mentega ini tidak larut dalam air. Senyawa ini memiliki gravitasi yang spesifik yang lebih rendah dari air, yang menyebabkan minyak pada lapisan atas pada campuran minyak dan cuka. (Lechninger, 1989)
            Lilin tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut lemak. Oleh karena itu lilin yang terdapat pada tumbuhan berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap air, misalnya yang terdapat pada daun dan buah, demikian pula lilin memegang peranan penting sebagai penahan air pada binatang, misalnya pada domba, burung dan serangga. Lilin tidak mudah terhidrolsis seperti lemak dan tidak dapat diuraikan oleh enzim yang menguraikan lemak. Oleh karenanya lilin tidak berfungsi sebagai bahan makanan. (Poedjiadi, 1994, 53)
           
             Yang termasuk dengan lipid kompleks adalah lipid yang terdapat dalam alam bergabung dengan senyawa lain, misalnya dengan protein atau dengan karbohidrat. Gabungan antara lipid dengan protein disebut lipoprotein yang terdapat pada plasma darah. Bagian lipid dalam lipoprotein pada umumnya adalah trigliserida, fostpolipid atau kolestrol. Lipoprotein ini juga biasa digolongkan dalam protein. Oleh karena dalam lipid lipoprotein itu berbeda dengan jenis dan kuantitasnya, maka lipoprotein berbeda pula sifat-sifat fisiknya. Lipopolisakarida adalah gabungan antara lipid dan polisakarida. Lipopolisakarida terbentuk dalam dinding sel beberapa jenis bakteri. (Poedjiadi,1994, 54).
            Jadi, lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting, sebab merupakan sumber energi yang lebih efektif daripada karbohidrat dan protein. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut vitamin-vitamin A, D, E, dan K. lemak dapat ditemukan pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda, seperti pada daging, telur, susu, kacang tanah dan beberapa jenis sayur yang mengandung lemak. (Ubbe, 1987)

NARKOTIKA


Jenis-jenis Narkotika
            Pengertian narkotika dan bahan-bahan termasuk narkotika menurut SOEDJONO D, SH. mengemukakan pengertian narkotika adalah sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membuat efek dan pengaruh-pengaruh terhadap tubuh si pemakai, yaitu :
-          Mempengaruhi kesadaran
-          Memberi dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia antara lain :
1.      penenang
2.      perangsang
3.      menimbulkan halusinasi.
            Menurut UU No 9 Thn 1971 Pasal 1 menentukan jenis-jenis zat yang termasuk narkotika adalah :
Bahan-bahan :
a.       Tanaman Papaver adalah tanaman Papaver somniferum, termasuk biji, buah, dan jeraminya.
b.      Opium mentah ialah getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver somniferum yang hanya dapat mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkusan dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.

c.       Opium masalah :
1.      Candu, yakni hasil yang diperoleh dari opium mentah malalui suatu rentetan pengolahan, khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain dengan maksud untuk mengubahnya menjadi suatu estrak yang cocok untuk pemadatan.
2.      Jicing ialah sisa-sisa dari candu setelah diisap tanpa memikirkan apakah candu itu dicampur dengan daun atau dengan bahan lain.
3.      Jicingko ialah hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
d.      Opium obat ialah opium mentah yang telah mengalami pengolahan. Sehingga sesuatu untuk pengobatan, baik dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk lain atau dicampur dengan zat-zat netral sesuai dengan syarat Farmakope Indonesia.
e.       Morfina ialah alkaloid utama dari opium.
f.        Tanaman koka ialah tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae.
g.      Daun koka ialah daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon, yang menghasilkan kokaina secara langsung atau melalui perubahan kimia.
h.      Kokain mentah ialah semua hasil-hasil yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
i.         Kokaina ialah metil ester l-benzoil ekgonina.
j.        Ekgonina 1-ekgonina dan ester serta turunannya yang dapat diubah menjadi egonina dan kokaina.
k.      Tanaman ganja ialah semua bagian dari semua tanaman genus Cannabis, termasuk biji dan buahnya.
1.      Damar ganja adalah damar yang diambil dari tanaman ganja, termasuk hasil pengolahannya, yang menggunakan damar sebagai bahan dasar.
2.      Garam-garam dan turunan-turunana dari morfina dan kokaina.
3.      Bahan lain baik alamiah, sintetis maupun semi sintetis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang ditetapan oleh Menteri Kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan seperti morfina dan kokaina.
4.      campuran-campuran dan sediaan yang mengandung bahan yang tersebut dalam 1-3 di atas.
Aspek Psiko-sosial penyalahgunaan Narkotika
            Dalam penelitan-penelitian penyebab seseorang menggunakan narkotika, yang kemudiandapat disimpulkan bahwa: Penyalahgunaan narkotika merupakan interaksi antara fektor predisposisi (kelainan kepribadian anti-sosial, kecemasan dan depresi); faktor konstribusi (masalah keluarga) dan faktor pencetus (pengaruh teman-teman sebaya). Bahkan beberapa faktor dihitung (estimate of relative risk) dari   masing-masing   faktor terhadap   kemungkinan   penyalahgunaan  narkotika

sebagai berikut:
- gangguan kepribadian            =  19,9 kali
- kecemasan                              =  13,8 kali
- depresi                                    =  18,8 kali
- kondisi keluarga                     =  7,87 kali
            Selain hal-hal diatas, beberapa aspek psikososial yang menarik adalah sebagai berikut:
1.      Pada umumnya kasus mulai menggunakan narkotika pada usia muda yaitu antara 13 – 17 tahun.
2.      Sebagian besar mendapatkan narotika dari teman (80 %).
3.      Asal kasus penyalahgunaan zat adalah untuk menghilangkan kecemasan, kegelisahan, ketakutan, kemurungan dan sukar tidur.
4.      permasalahan yang timbul adalah prestasi sekolah yang merosot (96 %), terganggu hubungan kekeluargaan (93,9 %), kecelakaan lalu lintas / kecelakaan (58,7 %).
5.      Terdapat tujuh jenis bantuan yang diharapkan oleh kasus, yaitu bantuan untu menghentikan penyalahgunaan zat, memperbaiki hubungan kekeluargaan, bantuan medis / kesehatan, memecahkan masalah pribadi, memanfaatkan waktu luang, keluar dari ikatan teman sekelompok dan agar tetap sekolah.
6.      Tempat pertamakali mendapat zat adalah sekolah (41,3 %).
7.      Jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli zat relatif sedikit yaitu kurang dari Rp 5.000,- perminggu.
8.      Sebagian besar mengaku menerima uang dari orang tua.
9.      Orang tua kasus kurang berperan dalam mengontrol/mengawasi kegiatan.
10.  Ayah dan ibu kasus sibuk dan sering tidak di rumah di banding kelompok kontrol.
11.  Pada umumnya sifat ayah meupun ibu dari kasus kurang baik bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.
12.  Pada umumnya ayah-ibu kasus kurang baik bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.
13.  Pada umumnya hubungan ayah atau ibu dengan anak pada kasus lebih buruk daripada kelompok kontrol.
14.  Demikian juga hubungan kasus dengan saudaranya dibandingkan dengan kelompok kontrol lebih buruk.
15.  Pada umumnya kelompok kontrol lebih sering melakukan ibadah agamanya dari kelompok kasus.
Upaya penanggulangan
            Dalam rangka menanggulangi penyalahgunaan narkotika, Pemerintah dalam hal ini POLRI  telah melaksanakan beberapa metode penanggulangan dengan upaya menyeluruh, baik dengan kegiatan operasi khusus kepolisian maupun yang bersifat operasi rutin.
            Metode yang digunakan tersebut adalah:
1.      Metode Pre emtive.
Yaitu suatu cara atau metode untuk dapat mencegah faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya penyalahgunaan narkotika. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh POLRI di dalam metode ini bersifat pencegahan dengan upaya pendekatan dengan kegiatan antara lain: Penerangan, Bimbingan dan Penyuluhan baik kepada orang tua maupun kepada anak-anak. Tujuan akhir maupun sasaran daripada metode ini adalah untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada masyarakat khususnya golongan usia muda tentang bahaya penyalahgunaan narkotika, sehingga dapat tercipta suatu kondisi kehidupan bermasyarakat yang normal dan sehat serta bebas dari narkotika.
2.      Metode Preventive.
Yaitu suatu usaha atau cara penanggulangan terhadap kejahatan di bidang narkotika dengan cara antara lain:
a.       Pengawasan secara ketat di tempat yang dianggap sebagai tempat persinggahan perdagangan narkotika, seperti pelabuhan udara, pelabuhan laut serta pintu masuk ke Indonesia.
b.      Pencegahan dan pengawasan lalu lintas gelap narkotika di dalam negeri.
c.       Pencegahan melalui sarana transportasi darat, laut maupun udara.
d.      Pengawasan di wilayah pantai dan perairan Indonesia.
e.       Pengawasan terhadap daerah-daerah yang dianggap cukup rawan khususnya daerah yang memungkinkan dilakukannya penanaman bahan narkotika.


3.      Metode Represive.
Yaitu suatu usaha atau cara yang dilakukan oleh POLRI dengan menggunakan teknik penyelidikan guna dapat mengungkap jaringan, sebab-sebab dan latar belakang, serta kegiatan sindikat narkotika dengan melakukan upaya penegakan hukum terhadap setiap jenis kegiatan narkotika. Kegiatan ini lebih mengutamakan fungsi penegakan hukum dengan melibatkan fungsi teknis kepolisian lainnya serta melibatkan aparat yang tergabung dalam Criminal Justice System.
4.      Metode Treatment Rehabilitation
Yaitu suatu upaya pencegahan terhadap korban narkotika dari sifat ketergantungannya.Upaya ini disebut sebagai suatu teknik rehabilitasi baik secara fisik maupun physiology, sehingga para korban ketergantungan narkotika tersebut dapat kembali ke lingkungan masyarakat dengan baik. Upaya yang telah dilakukan dalam rangka melaksanakan metode rehabilitasi ini salah satu diantaranya adalah dengan didirikannya pusat-pusat rehabilitasi. Di pusat rehabilitasi tersebut deberikan pendidikan baik secara fisik maupun psikologi, sehingga dapat mencegah korban narkotika selanjutnya.
5.      Disamping metode tersebut diatas, dalam rangka upaya penanggulangan terhadap kejahatan narkotika POLRI melakukan hubungan kerjasama dengan organisasi kepolisian di negara lainnya.

SALEP


Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan  sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam salep yang cocok. ( F.I.ed  III)
                 Salep tidak boleh berbau tengik, Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik adalah 10%.
         Adapun pembagian salep adalah:
Ø Berdasarkan konsistensinya salep dibagi atas
a.         Ungenta : Salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak   mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga.
b.      Cream (krim) : Salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit. Suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
c.       Pasta : Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk)     suatu salep tebal, karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi.
d.      Cerata : Salep berlemak yang mengandung persentase lilin (wax) yang tinggi sehingga konsistensinya lebih keras.
e.       Gelones/spome/jelly : Salep yang lebih halus, umumnya cair dan sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelican atau basis, biasanya terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan titik lebur rendah.
Ø    Menurut sifat farmakologi/terapeutik dan penetrasinya, salep dibagi:
a.       Salep epidermis (epidermic ointment: salep penutup) gunanya melindungi kulit dan menghasilkan efek local, tidak diabsorbsi,  kadang – kadang ditambahkan antiseptik, adsrigensi untuk meredakan  peransangan atau anastesi lokal.
b.      Salep endodermis : salep yang bahan obatnya menembus kulit, tetapi melalui kulit terabsorbsi sebagian, digunakan untuk melunakkan kulit atau selaput lender.
c.       Salep diadermis  : Salep yang bahan obatnya menembus kedalam tubuh melalui  kulit dan mempunyai dan mempunyai efek yang diinginkan, misalnya salep merkuri, iodide dan beladone.
Ø   Menurut dasar salepnya, salep dibagi:
a.       Salep hidrofobik  : Salep yang tidak suka air  atau salep dengan dasar salep berlemak (Greasy bases), tidak  dapat dicuci dengan air, misalnya: campuaran lemak – lemak , minyak , lemak dan malam.
b.      Salep Hidrofilik : Salep yang suka air atau kuat  menarik air (tipe m/A) ( 6 : 65  ) 
Ø   Menurut formularium nasional, dasar salep dibagi:
a.       Dasar salep 1 yaitu dasar salep hidrokarbon, antara lain:
-          Vaselin putih
-          Vaselin kuning
-          Campuran vaselin dengan malam putih, malam kuning.
-          Parafin encer
-          Parafin padat
-          Jelane
-          Minyak nabati

b.      Dasar salep 2 yaitu dasar salep serap yang dapat menyerap air, antara lain:
-          Adebs lanae, lanoline
-          Ungentum  simplex
-          Hidrophilic ointment
c.       Dasar salep 3 yaitu dasar salep yang dapat dicuci dengan air.
-          Dasar salep emulsi tipe M/A seperk vanishing cream
-          Emulsifying ointment B.P
-          Hydrophilic ointment
-          Dasar salep 4 yaitu dasar salep yang dapat larut dalam air.
-          Polyethylenegylcol ointment USP
-          Tragacanth
-          P.G.A         (   1   ; 52-53)

Secara umum cara poembuatan salep adalah:
1.       Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan  bila perlu dengan pemanasan rendah
2.       Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dahulu diserbuk dan diayak dengan derajat ayakan no 100.
3.       Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep yang mampu mendukukng/ menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah itu ditambahkan bagian dasar salep yang lain.
Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk sampai dingin      

SPEKTRO UV - FLAVANOID


Flavonoid mempunyai sistem aromatik terkonyugasi, oleh karena itu mempunyai pita serapan di daerah ultraviolet dan ultraviolet nampak (UV-UV Vis). Spektra dari flavon dan flavonol memperlihatkan dua puncak utama pada daerah 240 – 400 nm. Dua puncak utama ini biasanya memperlihatkan pita I (300 – 380 nm) dan pita II  (240 – 280 nm). Pita I menunjukkan absorbsi yang sesuai untuk cincin B sinamoil, sedang pita II berhubungan absobsi cincin benzoil.
Isoflavon, falavanon dan dihidroflavonol memberikan spektra ultraviolet yang mirip satu sama lain, oleh karena masing-masing senyawa ini tidak mempunyai sistem konyugasi sinamoil dengan cincin B. Larutan isoflavon dalam metanol memberikan spektra ultraviolet dengan puncak II pada daerah 250 nm – 270 nm dan puncak I pada daerah 300 nm – 330 nm. Sedang flavanon dan dihidroflavanon keduanya memberikan puncak II pada daerah 270 nm – 290 nm dan puncak I pada daerah 320 nm – 330 nm.
Peran gugus hidroksil pada cincin A pada flavon dan flavonol menghasilkan menghasilkan pergeseran batokromik yang nyata pada pita II dan sedikit pada pita I. Metilasi dan glikosilasi juga berefek pada absorpsi pada flavon dan flavonol. Jika gugus 3, 5, dan 4’ – OH pada flavon dan flavonol termetilasi dan terglikosilasi terjadi pergeseran hipsokromik terutama pita I. Pergeseran yang terjadi terbesar 12 – 17 nm, bisa mencapai 22 – 25 nm pada flavon yang tidak mempunyai gugus 5 – OH.
Pita II merupakan serapan dari cincin A bagian benzoil, dan pita I merupakan serapan dari cincin B bagian sinamoil. Intesitas dari masing-masing serapan tergantung pada panjangnya sistem konyugasi serta adanya subtitusi terutama pada kedudukan atom C3 dan C5. Sebagai contoh  senyawa flavon yang mempunyai sistem sinamoil mengandung sistem konyugasi lebih panjang daripada sistem benzoil, intensitas puncak I lebih kecil dari intensitas puncak II. Flavon, flavonol yang tersubtitusi oksigen hanya pada cincin A, dalam metanol cenderung memberikan spektra yang nyata pada pita II dan lemah pada pita I, tetapi jika cincin B yang tersubtitusi oksigen, pita I akan kelihatan lebih nyata.
Penambahan pereaksi geser atau pereaksi diagnostik, adanya hidroksilasi, glikolasi, metilasi dan asetilasi dapat mengubah karakter resapan dari senyawa flavonoid. Dengan melihat perubahan-perubahan ini maka dapat digunakan untuk memperkirakan struktur flavonoid.
1. Efek hidroksilasi. Penambahan gugus hidroksil pada cincin A pada flavon atau flavonol menghasilkan pergeseran batokromik yang nyata pada pita resapan I atau pita resapan II pada spektra flavonoid. Apabila gugus hidroksil tidak ada pada flavon atau flavonol, panjang gelombang maksimal muncul pada panjang gelombang yang lebih pendek  dibanding jika ada gugus 5 – OH , sedang subtitusi gugus hidroksil pada posisi 3, 5 dan 4 mempunyai sedikit efek atau tidak sama sekali pada spektra UV. Pita absorpsi I isoflavon mempunyai intensitas yang lemah, sedangkan pita II intensitas kuat. Pita absirbsi II dari isoflavon biasanya antara 245 – 270 nm dan relatif tidak mempunyai efek pada cincin B dengan adanya hidroksilasi.
2. Efek natrium metoksida. Natrium metoksida merupakan basa kuat yang dapat mengiionisasi semua gugus dalam flavonoid. Degradasi atau pengurangan kekuatan spektra setelah waktu tertentu merupakan petunjuk yang baik akan adanya gugus yang peka terhadap basa. Spektra isoflavon yang mempunyai gugus hidroksi pada cincin A akan memperlihatkan pergeseran batokromik baik pada pita I maupun pita II. Puncak pada spektra UV senyawa 3’ – 4’ dihidroksi isoflavon akan mengalami penurunan intensitas beberapa menit setelah penambahan natrium metoksida. Adanya perbedaan kecepatan dekomposisi 4’ monohidroksi isoflavon dapat digunakan untuk menentukan bahwa dekomposisi yang berjalan cepat menunjukkan adanya 3’ – 4’ dihidroksi isoflavon. Penambahan natrium metoksida pada flavon dan flavonol dalam metanol umumnya menghasilkan pergeseran batokromik untuk semua pita serapan. Walaupnun demikian pergeseran batokromik yang besar pada serapa pita I sekitar 40 – 65 nm tanpa penurunan intensitas, menunjukkan adanya gugus 4’ – OH bebas. Dan flavonol yang tidak mempunyai gugus 4’ – OH bebas juga memberikan pergeseran pada pita serapan I, dengan penurunan intensitas. Dalam hal ini pergeseran batokromik disebabkan adanya gugus 3 – OH bebas. Jika suatu flavonol mempunyai 3 dan 4’ – OH bebas, maka spektra dengan natrium metoksida akan mengalami dekomposisi. Pengganti natrium metoksida yang baik ialah laruan NaOH 2M dalam air.
3. Efek natrium asetat. Natrium asetat merupakan basa lemah dan hanya akan mengionisasi gugus yang sifat keasamannya tinggi, khususnya untuk mendeteksi adanya gugus 7 – OH bebas. Natrium asetat hanya dapat mengionisasi isoflavon khusus pada gugus 7 – OH. Gugus 3’ atau 4’ – OH pada flavonol. Oleh sebab itu interpretasi terhadap pergeseran spektra isoflavon untuk penambahan natrium asetat menjadi sederhana. Adanya 7 – OH isoflavon menyebabkan pergeseran batokromik 6 – 20 nm pada pita II setelah penambahan natrium asetat. Adanya natrium asetat dan asam borat akan membentuk kompleks dengan gugus orto hidroksil paa cincin B menunjukkan pergeseran batokromik pada pita serapan I sebesar 12 – 30 nm. Gugus orto hidroksil pada cincin A juga dapat dideteksi dengan efek natrium asetat dan asam borat. Adanya pergesaran batokromik sebesar 5 – 10 nm pada pita II menunjukkan adanya gugus orto hidroksi pada posisi C6 dan C7 atau  C7 dan C8.
4. Efek aluminium klorida. Pereaksi ini dapat membentuk kompleks tahan asam antara gugus hidroksi dan keton yang bertetangga dan membentuk kompleks tidak tahan asam dengan gugus orto – hidroksi, perekasi ini dapat digunakan untuk mendetekasi kedua gugus tersebut. Adanya gugus 3’, 4’ – dihidroksil pada isoflavon atau flavanon dan dihidroflavonol tidak dapat dideteksi dengan AlCl3 karena cincin B mempunyai sedikit atau tidak ada konyugasi dengan kromofor utama. Jika isoflavon, flavanon (dan mungkin dihidroflavonol) mengandung gugus-gugus  orto – hidroksil pada posisi 6, 7 atau 7, 8 maka spektra AlCl3 menunjuikkan pergeseran batokromik (biasanya pada pita I maupun pita II) dengan membandingkan terhadap spektra AlCl3 / HCl. Pita serapa II spektra UV dari semua 5 – OH isoflavon dapat dideteksi dengan penambahan AlCl3 atau HCl, kecuali 2 – karboksil 5, 7 – dihidroksil isoflavon.  Adanya gugus tersebut  ditandai dengan pergeseran batokromik pada pita II 10 – 14 nm (relatif terhadap spektra metanol). Spektra isoflavon yang tidak mempunyai gugus 5 – OH bebas tidak berefek setelah penamabahan AlCl3 / HCl. Pada flavon dan flavonol, adanya gugus orto – hidroksil pada cincin B dapat diketahui jika penambahan asam  terhadap spektra AlCl3 menghasilkan pergeseran hipsokromik sebesar 30 – 40 nm pada pita I (atau pita Ia jika terdiri dari dua puncak). Dengan adanya pergeseran batokromik pada pita Ia (dalam AlCl3 / HCl) dibandingkan dengan pita I (dalam metanol) sebesar 35 – 55 nm, menunjukkan adanya 5 – OH flavon atau flavonol 3 – OH tersubtitusi.

Penafsiran spektrum UV dengan penambahan NaOMe
(Karkham, 1988)
Jenis flavonoid
Pergeseran yang tampak
        Pita I                    Pita II
Petunjuk penafsiran
Flavon
Flavonol
Kekuatan menurun terus (artinya penguraian)
3,4’-OH,O –diOH pada cincin A; pada cincin B 3-OH yang berdampingan
Mantap + 45 sampai 65 nm
Kekuatan menurun
4’-OH
Mantap + 45 sampai 65 nm
Kekuatan menurun
3–OH. Tak ada 4’–OH bebas
Pita baru (bandingkan dengan MeOH),
320 – 325 nm
7–OH
Isoflavon
                        Tak ada   pergeseran
Tak ada OH pada cincin A
Flavanon
Dihidroflavonol
                         Kekuatan menurun dengan           
                         berjalannya waktu
O–diOH pada cincin A (penurunan lambat: O –diOH pada cincin B isoflavon)
                         Bergeser dari k.280 nm ke
                         k.325 nm, kekuatan naik
                         tetapi ke 330-340 nm  
Falvanon dan dihidroflavonol dengan 5, 7–OH
 7–OH, tanpa 5-OH bebas
Khakon
Auron
+80 sampai 95 nm
(kekuatan naik)
+ 60 sampai  70 nm
(kekuatan naik)
Pergeseran lebih kecil
4’–OH (auron)

6–OH tanpa oksigenasi pada 4’ (auron)
6–OH dengan oksigenasi pada 4’ (auron)
+ 60 sampai 100 nm
(kekuatan naik)
(tanpa kenaikan kekuatan)

+ 40 sampai 50 nm
4 – OH (khalkon)

2–OH atau 4’–OH dan tapa
4–OH
4’–OH (2’–OH atau 4–OR juga ada)
Antosianidin
Antosianin
Semuanya terurai kecuali 3-deoksiantosianidin
Nihil

Penafsiran spektrum UV dengan penambahan NaOAc
(Karkham, 1988)
Jenis flavonoid
Pergeseran yang tampak
        Pita I                    Pita II
Petunjuk penafsiran
Flavon
Flavonol
Isoflavonol
                         + 5 sampai 20 nm (berku-
                          rang bila ada oksigenasi
                          pada 6 atau 8)
7-OH
Kekuatan berkurang dengan bertambahnya waktu
Gugus yang peka terhadap basa, mis. 6,7 atau 7,8 atau 3,4’-diOH
Mantap + 45 sampai 65 nm
Kekuatan menurun
3–OH. Tak ada 4’–OH bebas
Pita baru (bandingkan dengan MeOH),
320 – 325 nm
7–OH
Flavanon
Dihidroflavonol
                         +35 nm
                          +60nm
7-OH (dengan 5-OH)
7-OH (dengan tanpa 5-OH)
Kekuatan berkurang dengan bertanbahnya waktu                        
Gugus yang peka terhadap basa, mis.67 atau 7,8-diOH
Khakon
Auron
Pergeseran batokromik atau bahu pada panjang gelombang yang lebih panjang
4’ dan / atau 4-OH (khalkon)
4’ dan / atau 6-OH (auron)


Penafsiran spektrum UV dengan  NaOAc / H3 BO3 (Karkham, 1988)
Jenis flavonoid
Pergeseran yang tampak
        Pita I                    Pita II
Petunjuk penafsiran
Flavon
Flavonol
Auron
Khalkon
+12 21mpai 36 nm
(nisbi terhadap spektrum MeOH)
Pergeseran lebih kecil                        
O-diOH pada cincin B


O-diOH pada cincin A (6,7 atau 7,8)
Isoflavon
Flavanon
Dihidroflavonol
                         +10 sampai 15 nm (nisbi
                         terhadap spektrum MeOH)                          
O-diOH pada cincin A (6,7 atau 7,8)

 Penafsiran spektrum UV dengan penambahan AlCl3 dan AlCl3 /HCl
(Markham, 1988)
Jenis flavonoid
Pergeseran yang tampak
        Pita I                    Pita II
Petunjuk penafsiran
Flavon dan
Flavonol
(AlCl3  / HCl)


(AlCl3)

+35 sampai 55 nm
+17 sampai 20 nm

Tak berubah

5-OH
5-OH denganm gugus oksigenasi pada 6
Mungkin 5-OH dengan gugus prenil pada 6
+50 sampai 60 nm
Mungkin 3-OH (dengan atau tanpa 5-OH)
Pergeseran  AlCl3 / HCl
Tambah 30 sampai 40 nm
O-diOH pada cincin B
Pergeseran  AlCl3 / HCl
Tambah 20 sampai 25 nm
O-diOH pada cincin A (tambahan
Pada pergeseran O-diOH pada cincin B)
Isoflavon,
Flavanon, dan
Dihidroflavonol
(AlCl3  / HCl)
                          +10 sampai 14 nm

                          + 20 sampai 26 nm
5-OH (isoflavon)

5-OH (flavon, dihidroflavonol
(AlCl3)
                          Pergeseran AlCl3 / HCl,
                          tambah 11 sampai 30 nm
O-diOH pada cincin A (6,7 dan 7,8)
                          Pergeseran AlCl3 / HCl,
                          tambah 30 sampai 38 nm 
                          (peka terhadap NaOAc)                    
Dihidroflavonol tanpa 5-OH (tambahan pada sembarang pergeseran O-diOH)
Auron
Khalkon
(AlCl3 / HCl)
+48 sampai 64 nm                          
+ 40 nm
2’-OH (khalkon)
2’-OH (khalkon) dengan oksigenasi pada 3’
(AlCl3)
+60 sampai 70 nm
Pergeseran AlCl3 / HCl
Tambah 40 sampai 70 nm
4-OH (auron)
O-diOH pada cincin B
Penambahan lebih kecil
Mungkin O-diOH pada cincin A
Antosianidin
Antosianin
(AlCl3)
+25 sampai 35 nm
(pada pH 2-4)
O-diOH
Pergeseran lebih besar
Banyak O-diOH atau O-diOH (3-deoksi antosianidin)