bieNveNue suR moN bLog

Merci de visiter mon blog fiLLe
je l'espère peuvent vous aider

Sabtu, 31 Maret 2012

HIPERTENSI


Darah tinggi adalah penyakit yang ditunjukkan oleh tekanan darah seseorang yaitu sistolik di atas 140 mm Hg dan diastolik di atas 90 mm Hg. Dari pengertian di atas diketahui bahwa darah tinggi didefinisikan berdasarkan ukuran dan bersifat generalisasi. Selain itu definisi ini juga bersifat umum sehingga belum mencakup usia, berat badan, pola hidup, lingkungan dan faktor genetis.
  Sekitar 90 – 95 % kasus penyakit hipertensi belum dapat diketahui penyebabnya. Tidak dapat diketahui mengapa seorang menderita hipertensi. Hipertensi seperti itu disebut Hipertensi esensial. Sekitar 5 - 10% kasus penyakit hipertensi sudah dapat diketahui penyebabnya. Hipertensi ini disebut Hipertensi sekunder yang antara lain disebabkan penyakit ginjal, kelainan endokrin, pemakaian obat dll.
a.       Klasifikasi etiologi hipertensi :
1.      Hipertensi esensial (primer atau idiopatik)
Hipertensi esensial (primer atau idiopatik) adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih kurang dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktor meliputi genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi : kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain: diet, kebiasaan merokok, stres emosi, obesitas dan lain-lain (Puput puspita., 2008).
2.      Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi pada 5 - 10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok hipertensi sekunder antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan (konstrasepsi hormonal, kontikosteroid, simpatomimetik amin, kokain, siklosporin, eritropoetin, dan lain-lain).

bPengobatan Hipertensi
 Antihipertensi adalah obat – obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi. Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena stroke maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti menjauhkan individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress dan berolah-raga (anonim, 2011).
                                             
 Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah sistolik ≥ 140/90 mmHg. Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun ditemukan bukti adanya kerusakan organ tubuh yang parah (seperti mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan penanganan segera dengan antihipertensi (anonim, 2011).
Adapun tujuan pemberian antihipertensi yakni :
1.      Mengurangi insiden gagal jantung dan mencegah manifestasi yang muncul akibat gagal jantung.
2.      Mencegah hipertensi yang akan tumbuh menjadi komplikasi yang lebih parah dan mencegah komplikasi yang lebih parah lagi bila sudah ada.
3.  Mengurangi insiden serangan serebrovaskular dan akutnya pada pasien yang sudah terkena serangan serebrovaskular.
4.      Mengurangi mortalitas fetal dan perinatal yang diasosiasikan dengan hipertensi maternal.

c  Klasifikasi pengobatan
1.      Penghambat Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor)
Mekanisme ACE-Inhibitor adalah menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. ACE-Inibititor sering untuk krisis hipertensi, hipertensi dengan gagal jantung kongesti. Interaksi : Kombinasi dengan diuretik, sebaiknya dihindari karena dapat mengakibatkan hipotensi mendadak. Beberapa sediaan obat ACE-Inhibitor ada beberapa yang memiliki metabolit aktif seperti terlihat pada tabel dibawah ini  (Puput puspita., 2008).
2.      Antagonis reseptor angiotensin II (ARB)
Mekanisme ARB adalah berikatan dengan reseptor angiotensin II pada otot polos pembuluh darah, kelenjar adrenal dan jaringan lain sehingga efek angiotensin II (vasokonstriksi dan produksi aldosteron yang tidak terjadi akan mengakibatkan terjadi penurunan tekanan darah). ARB sangat efektif  untuk hipertensi dengan kadar renin tinggi. Kontra indikasi : wanita hamil, menyusui (Puput puspita., 2008).
3.       Penghambat Andenoreseptor α (α -Bloker)
Mekanisme kerjanya adalah menghambatan reseptor α 1 menyebabkan vasodilatasi di arteri dan venula sehingga menurunkan resistensi periver. α -bloker baik untuk pesien hipertrofi prostat, memperbaiki insufisiensi vaskular perifer (Puput puspita., 2008).
4.      Penghambat Adrenoreseptor β ( β -Bloker)
Mekanisme kerjanya antara lain: (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, (2) hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitifitas baroreseptor penurunan tekanan darah oleh β -bloker per oral berlangsung lambat yaitu terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu (Puput puspita., 2008).
5.      Antagonis kalsium (CCB)
Mekanisme kerja CCB adalah mencegah atau mengeblok kalsium masuk ke dalam dinding pembuluh darah. Kalsium diperlukan otot untuk melakukan kontraksi, jika pemasukan kalsium ke dalam sel–sel diblok, maka obat tersebut tidak dapat melakukan kontraksi sehingga pembuluh darah akan melebar dan akibatnya tekanan darah akan menurun Antagonis Ca menghambat pemasukan ion Ca ekstra sel ke dalam sel dan dengan demikian dapat mengurangi penyaluran impuls dan kontraksi miokard serta dinding pembuluh (Puput puspita., 2008).
6.      Diuretik
Mekanisme kerja diuretik adalah meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida, sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstra sel, menurunkan resistensi perifer (Puput puspita., 2008).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar