Kloramfenikol yang dulu diisolasi dari Streptomyces venezuelae dan saat ini sudah disintesis secara kimia, mempunyai spectrum kerja seperti tetrasilin, akan tetapi antara keduanya tidak terjadi resistensi silang. Karena dapat menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang. Senyawa ini jarang digunakan lagi.
Mekanisme kerjanya yaitu dengan menghambat peptidil transferase pada fase pemanjangan dan dengan demikian mengganggu sintesis protein.
Setelah pemberian oral, kloramfenikol akan diabsorbsi dengan cepat dari usus lebih dari 90%, di dalam hati sebagian besar akan mengalami glukuronidasi dan diekskresi melalui ginjal. Bentuk kloramfenikol yang tidak berubah melalui filtrasi glomerulus, glukuronidanya melalui sekresi tubulus. Waktu paruh adalah 3-5jam.
Indikasi kloramfenikol adalah untuk menangani tifus, paratifus dan meningitis bakteri yang disebabkan bakteri yang peka terhadap kloramfenikol. Penggunaan topical, kloramfenikol digunakan sebagai salep 3% dan tetes/salep mata 0,25-1% sebagai pilhan kedua, jika fusidat dan tetrasiklin tidak efektif. Berhubung adanya kaitan antara terjadinya fotodegradasi dari zat ini dan myelodepresi pada pasien yang peka, maka hendaknya hanya digunakan pada conjungtivitis bacterial selama maksimal 2 minggu. Lebih baik menggunakan salep mata 1dd malam hari dari pada tetes mata beberapa kali sehari. Tetes telinga (10%) tidak boleh digunakan lagi, karena propilenglikol sebagai pelarut ternyata ototoksik.
Dosis harian rata-rata yang dibagi atas beberapa dosis tunggal adalah 1,5-3 g secara oral. Dosis total yang tidak boleh dilampaui adalah 25g. lama pengobatan tidak boleh lebih dari 2 minggu. Pengobatan ulang dengan kloramfenikol jangan dilakukan. Dosis pada tifus permulaan 1-2 g (palmitat), lalu 4 dd 500-750 mg p.c. neonati maksimal 25 mg/kg/hari dalam 4 dosis, anak-anak di atas 2 minggu 25-50 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis. Pada infeksi parah (meningitis, abces otak) i.v. 4 dd 500-1500 mg (Na-suksinat).
Efek samping umum berupa gangguan lambung-usus, neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang sangat berbahaya adalah depresi sumsum tulang (myelodepresi) yang dapat berwujud dalam dua bentuk anemia, yakni: penghambatan pembentukan sel-sel darah (eritrosit, trombosit, dan granulosit) yang timbul dalam waktu 5 hari sesudah dimulainya terapi. Gangguan ini tergantung dari dosis serta lamanya terapi dan bersifat reversible. Anemia aplastis, yang dapat timbul sesudah beberapa minggu sampai beberapa bulan pada penggunaan oral, parenteral, dan okuler, maka tetes mata tidak boleh digunakan lebih dari 10 hari.
Resistensi dapat timbul dengan agak lambat (tipe banyak tingkat), tetapi resistensi ekstra kromosomal melalui plasmid juga terjadi, antara lain terhadap basil tifus perut.
Interaksi. Kloramfenikol meningkatkan daya kerja dari antokoagulan, fenitoin dan antidiabetika oral. Lagi pula menghambat metabolism dari obat-obat lain, sehingga dapat meningkatkan daya kerja dari difenilhidantoin, sulfonylurea, dan warfarin.
Kehamilan dan laktasi. Penggunaannya tidak dianjurkan, khususnya selama minggu-minggu terakhir dari kehamilan, karena dapat menimbulkan cyanosis dan hypothermia pada neonati (“grey baby syndrome”), akibat ketidakmampuannya untuk mengkonjugasi dan mengekskresi obat ini, sehingga sangat meningkatkan kadarnya dalam darah.
Preparat dagang: Amindan®, Kamaver®, Leukomycin®, Paraxin®, Kemicetine®, Chloramex®, Fenicol®, Chloramidina®, Comicetin®, Ribocine®, Xepanicol®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar